Sabtu, 09 April 2016

TEORI PERTUKARAN (George C. Homas dan Peter M. Blau)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Paradigma adalah gambaran realitas yang ada di hadapan kita dan dilihat oleh panca indra. Paradigma terdiri dari tiga macam, yakni paradigma fakta sosial, paradigma defenisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Masing-masing paradigma tersebut mempunyai teori masing-masing.
Pengelompokan teori berdasarkan paradigma sebagai berikut :
1.      Paradigma Fakta Sosial
Teori Konflik
Teori Sistem
Teori interaksionisme simbolik
Teori Sosiologi Makro
2.      Paradigma Defenisi Sosial
Teori fenomenologi
Etnometodologi
Teori strukturasi
Teori interaksionisme simbolik
3.      Paradigma Perilaku Sosial
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Teori Behavioral Sociology

B.     Pembatasan Masalah
Mengingat ruang lingkup materi teori-teori pada paradigma perubahan sosial cukup banyak, untuk itu penyusun memberi batasan pada teori yang akan dibahas pada tulisan ini yaitu “Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) oleh George C. Homans dan Peter M. Blau”.


C.    Tujuan
      Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami “Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) oleh George C. Homans dan Peter M. Blau”.

 BAB II
PEMBAHASAN

Pada umumnya hubungan sosial terdiri dari masyarakat, maka kita dan masyarakat lain dilihat mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam hubungan tersebut yang terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan. Ganjaran merupakan segala hal yang diperolehi melalui adanya pengorbanan,manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan dan persahabatan.
Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan saling memberikan dukungan dikala sedih. Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan. Meskipun biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau membebani ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan dari persahabatan tersebut. namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila kita menganalisis secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam persahabatan. Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau pengorbanan yang sudah diberikan.
Analisa mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.

A.    Teori Pertukaran Sosial George C. Homans
George C. Homans terkenal dengan teori pertukaran sosial pada peringkat mikro yaitu dalam konteks psikologi. Beliau percaya bahwa struktur manusia tidak berlaku secara semula jadi atau di luar jangkauan pemikiran manusia seperti mesin. Sesuatu yang berlaku itu merupakan perilaku ataupun tindakan manusia itu sendiri dimana ia dipengaruhi tindakan serta pemikiran seseorang. Didalam struktur sosial yang telah ada, seseorang itu tidak dapat mengambarkan sesuatu kejadian itu dapat mempengaruhi perilaku atau tindakan orang lain dari segi tindak balas dan sebagainya. Jika pernyataan tersebut dikatakan oleh Homans terlalu bersifat struktur, maka ia dapat mengambarkan ciri-ciri atau sifat bagi seluruh kaum fungsionalisme. Misalnya Malinowski mengambarkan bahwa sesuatu benda yang berlaku itu bukan hanya menghubungkan antara satu dengan yang lain tetapi juga memerlukan hubungan individu dengan anggota masyarakat tersebut. Selain itu, Homans juga menyatakan bahwa sesuatu ganjaran itu datangnya daripada lingkungan masyarakat yang bersifat fungsionalisme yaitu masyarakat yang bersikap positif dalam memberi sumbangan dana dalam bentuk kelestarian, integrasi dan juga teladan yang boleh dijadikan panduan umum masyarakat.
Menurut Homans, “semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi”. Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang maka makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut di ulangnya kembali. Prinsip dasar dalam Social Exchange adalah “ Distributive Justice” yaitu aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya. Makin tinggi pengorbanan, makin tinggi imbalannya dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya. Makin tinggi investasi makin tinggi keuntungan.
Letak pembeda utama teori Humans ini memiliki tiga ciri
dasar dari perilaku sosial itu pada pokoknya ialah proses pertukaran
perilaku. Penekanannya pada isi, sedangkan prosesnya sendiri merupakan suatu yang komplek terutama bila telah masuk pada sistem keuangan, orgnisasi dan struktur sosial.
Perilaku sosial pada dasarnya berjalan secara alami dan spontan muncul pada saat mengadakan interaksi. Perilaku sosial pada dasarnya disebut dyad pada group kecil dan ini merupakan pondasi dasar dari bangun sosial yang lebih besar.
Teori Humans ini tidak mengakui bahwa yang disebut interaksi itu hanya face to face saja dan berlangsung secara spontan, tetap yang dipentingkan adanya operant reinforcement serta dasar yang paling utama dalam interaksi itu adalah adanya prinsip ekonomis yang selalu melihat adanya profit dan loss. Justru yang membuat kompleksnya struktur sosial itu dilihat diukur dari sejauh mana prinsip-prinsip itu tercermin dalam kehidupan.
Terminologi utama yang mendasari sejumlah proposisi dari bangun teorinya Humans adalah sebagai berikut :


1.      Proposisi Sukses (The success proposition)
Proposisi ini berarti bahwa semakin besar kemungkinan seseorang untuk melakukan sesuatu jika di masa lalu orang tersebut telah mendapatkan hadiah (manfaat) yang berarti bagi dirinya. Selanjutnya semakin sering orang menerima hadiah yang berguna di masa lalu, maka makin sering seseorang itu melakukan hal yang sama. Begitu pula, jika ia sering menerima hadiah berupa persetujuan atas tindakannya dari orang lain, maka ia juga akan sering memberikan perlakuan yang sama bagi orang tersebut. Adapaun perilaku yang sesuai dengan proposisi keberhasilan ini meliputi tiga tahap: pertama adalah tindakan orang; kedua adalah hadiah (manfaat) yang diperoleh; ketiga adalah perulangan tindakan asli atau sekurangnya tindakan yang serupa dalam hal tertentu.
Ketetapan proposisi sukses menurut Homans : pertama, meski umumnya benar bahwa makin sering hadiah diterima, maka makin sering tindakan dilakukan, namun hal ini tidak dapat berlangsung secara terbatas. Di saat tertentu indivisu benar-benar tidak dapat bertindak seperti itu sesering mungkin. Kedua, makin pendek jarak waktu antara perilaku dan hadiah, makin besar kemungkinan orang mengulangi perilaku. Sebaliknya, makin lama jarak waktu antara perilaku dan hadiah, maka makin kecil kemungkinan orang mengulangi perilaku. Ketiga, menurut Homans, pemberian hadiah secara internitem lebih besar kemungkinannya menimbulkan perulangan perilaku daripada mendapatkan hadiah yang teratur. Hadiah yang teratus akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, sedangkan hadiah yang diperoleh dalam jarak waktu yang tak teratur sangat mungkin menimbulkan perulangan perilaku.
2.      Proposisi Pendorong (The Stimulus Proposition)
Homans menyimpulkan dari proses generalisasi dalam kecenderungan memperluas perilaku dalam keadaan serupa. Keberhasilan seseorang mendapatkan hadiah dari tindakan yang dilakukan, mungkin akan mendorong orang tersebut untuk merubah perilakunya pada arah yang sama. Tetapi proses diskriminasinya juga pentingh, artinya manusia sebagai aktor mungkin hanya akan melakukan tindakan dalam keadaan khusus yang terbukti sukses mendapatkan hadiah di masa lalu. Bila kondisi yang menghasilkan kesuksesan itu terjadi terlalu rumit, maka kondisi serupa mungkin tidak akan menstimuli perilaku. Bila stimuli krusial muncul terlalu lama sebelum perilaku diperlukan, maka stimuli itu benar-benar merangsang perilaku. Aktor dapat menjadi terlalu sensitif terhadap stimuli terutama jika stimuli itu sangat bernilai bagi aktor. Kenyataan aktir dapat menanggapi stimuli yang tak berkaitan, setidaknya hingga situasi diperbaiki melalui kegagalan berulang kali. Semuanya ini dipengaruhi oleh kewaspadaan atau derajat perhatian individu terhadap stimuli.
3.      Proposisi Nilai (The Value Proposition)
Bila hadiah yang diberikan masing-masing kepada orang lain amat bernilai, maka makin besar kemungkinan aktor tersebut melakukan tindakan yang diinginkan ketimbang jika hadiahnya tidak bernilai. Disinilah Homans memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. Hadiah adalah tindakan nilai positif; makin tinggi nilai hadiah, makin besar kemungkinan mendatangkan perilaku yang diinginkan. Menurut Homans, hukuman merupakan alat yang tidak efisien untuk membujuk orang mengubah perilaku mereka karena orang dapat bereaksi terhadap hukuman menurut cara yang tidak diinginkan, sehingga perilaku ini akan cepat dihentikan. Sedangkan hadiah lebih disukai, tetapi persediaannya mungkin terbatas. Homans menekankan bahwa teorinya sebenarnya bukanlah teori hedonitis; menurutnya hadiah dapat berupa materi (uang) tapi juga bisa berupa altruitis (penghargaan dari orang lain).
4.      Proposisi Persetujuan Agresi (The Aggression-Approval Proposition)
Konsep frustasi dan marah menurut Homans lebih mengacu pada keadaan mental. Menurut Homans, bila seseorang tidak mendapatkan apa yang ia harapkan, ia akan menjadi kecewa, frustasi. Homans lalu menyatakan bahwa frustasi terhadap harapan seperti itu, tak selalu “hanya” mengacu pada keadaan intenal. Kekecewaan dapat pula mengacu pada seluruh kejadian eksternal, yang tak hanya dapat diamati oleh aktor iru sendiri tetapi juga orang lain. Proposisi A tentang persetujuan-agresi, hanya mengacu pada emosi negatif.
Ketika aktor mendapatkan hadiah yang diharapkan dan orang lain yang memberikan hadiah itu mendapatkan pujian yang ia harapkan, keduanya akan puas dan lebih mungkin memberi atau meneima hadiah, karena hadiah berharga bagi masing-masing pihak.
5.      Proposisi Rasionalitas (The Rationality Proposition)
Proposisi rasionalitas Homans ini sangat jelas dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Menurut istilah ekonomi, aktor yang bertindak sesuai dengan proposisi rasionalitas adalah aktor yang memaksimalkan kegunaannya.
Manusia sebagai aktor akan membanding-bandingkan jumlah hadiah dari hasil tindakan yang akan mereka lakukan. Mereka pun akan memperhitungkan kemungkinan hadiah yang benar-benar akan mereka terima. Hadiah yang bernilai tinggi akan diturunkan nilainya, jika aktor membayangkan hadiah itu tak mungkin dicapainya. Sebaliknya, hadiah yang benilai rendah akan ditingkatkan jika aktor membayangkan hadiah itu dapat dicapai dengan mudah.
Proposisi rasionalitas menerangkan bahwa apakah orang akan melakukan tindakan atau tidak tergantung pada persepsi mereka mengenai peluang sukses. Persepsi mengenai apakah peluang sukses tersebut tinggi atau rendah ditentukan oleh kesuksesan di masa lalu dan kesamaan situasi kini dengan situasi kesuksesan di masa lalu. Namun proposisi rasionalitas tidak menjelaskan kepada kita mengapa aktor menilai suatu hadiah tertentu lebih daripada hadiah yang lain; untuk menjelaskan hal ini diperlukan proposisi nilai. Dalam semua yang disebutkan diatas, Homans menghubungkan prinsip rasionalnya dengan preposisi behavioristiknya.



B.     Teori Pertukaran Sosial Peter M. Blau
Peter M. Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul.
Dengan menggunakan paradigma menurut ahli sosiologi dari Amerika yaitu Peter Blau. Beliau menempatkan dirinya pada permasalahan yang bersumberkan proses sosial yang mengatur struktur komuniti dan struktur sosial yang sangat kompleks, dari proses yang lebih meluas pada aktivititas seharian hubungan antara individu dan hubungan pribadi antara mereka. Berbeda dengan Homans, Blau lebih melihat pada peringkat dimensi kekuasaan di dalam pertukaran sosial. Transaksi dan kekuasaan adalah akibat dari pertukaran yang membentuk tekanan sosial sehingga harus dipelajari pada dimensi pertukaran itu sendiri dan bukan hanya dari sudut pandangan nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi atau menguatkan studi tersebut. Ketika seseorang menggunakan kekuasaannya terhadap orang lain dengan segala bentuk kepuasannya berarti ia telah menekan dan meminta uang dari individu lain yaitu orang yang dibebani oleh kekuasaan tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa hubungan sosial tidak semestinya dalam permainan yang sama. Tetapi mungkin kekuasaaan itu bermaksud setiap individu-individu dapat memperoleh keuntungan dari perkumpulan mereka.
Perhatian utama Blau ditujukan pada perubahan dalam proses-proses sosial yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang sederhana menuju strutuktur sosial yang kompleks dan pada kekuatan-kekuatan sosial baru yang tumbuh dari yang terakhir. Tidak semua transisi sosial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran sosial seimbang.


Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang mengurus kepada pertukaran sosial :
1.      Perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui interaksi dengan orang lain”
2.      Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan- tujuan tersebut.
Pengendalian diri yang bersifat interpersonal adalah sangat penting dalam masyarakat modern, sedangkan sumber dasar untuk membendung perilaku interpersonal tersebut adalah kekuasaan, hubungan antara ketergantungan dan kekuasaan dapat diukur sebagai berikut :
1.      Pelayanan yang baik
2.      Pelayanan diperlukan dimana-mana
3.      Permintaan akan pelayanan dapat dipaksakan
4.      Penarikan diri dapat dilakukan tanpa mengharapkan layanan.
Walaupun pertukaran berfungsi sebagai basis interaksi personal yang paling dasar, akan tetapi nilai-nilai sosial yang diterima bersama berfungsi sebagai media transaksi sosial bagi organisasi serta kelompok-kelompok sosial.
Empat tipe nilai perantara :
1.      Nilai-nilai yang bersifat khusus berfungsi sebagai media bagi kohesi dan solidaritas sosial.
2.      Ukuran-ukuran tentang pencapaian dan bantuan sosial yang bersifat umum melahirkan sistem stratifikasi sosial.
3.      Sebagaimana dapat dilihat, nilai-nilai yang disyahkan itu merupakan medium pelaksanaan wewenang dan organisasi-organisasi usaha-usaha sosial berskala besar untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif.
4.      Gagasan-gagasan oposisi adalah media reorganisasi dan perubahan, oleh karena hal ini dapat menimbulkan dukungan bagi gerakan oposisi dan memberi legitimasi bagi kepemimpinan mereka.
Blau percaya bahwa kompleksitas pola-pola kehidupan sosial yang dijembatani oleh nilai-nilai bersama itu akan melembaga. Lembaga-lembaga demikian akan abadi bilamana dipenuhi tiga persayaratan :
1.      Prinsip-prinsip yang di organisir harus merupakan bagian dari prosedur-prosedur yang difornalisir (konstitusi atau dokumen lainnya), sehingga setiap saat bebas dari orang yang melaksanakannya.
2.      Nilai-nilai sosial yang mengesahkan banyak bentuk institusional itu harus diwariskan kepada generasi selanjutnya melalui proses sosialisasi.
3.      Kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat harus menganut nilai-nilai itu serta harus meminjamkan kekuasaanya untuk mendukung lembaga-lembaga yang memasyarakatkan nilai-nilai tersebut.
Ide utama Blau mengenai kelompok sosial yang bersifat “emergent”adalah sebagi berikut :
1.      Dalam hubungan pertukaran yang elementer, orang yang tertarik satu sama lain melalui berbagai kebutuhan dan kepuasan timbal balik.
Asumsinya : bahwa orang yang memberikan ganjaran, melakukan hal itu sebagai pembayaran bagi nilai yang diterimanya.
2.      Pertukaran demikian mudah sekali berkembang menjadi hubungan-hubungan persaingan dimana setiap orang harus menunjukkan ganjaran yang diberikannya dengan maksud menekan orang lain dan sebagai usaha untuk memperoleh ganjaran yang lebih baik.
3.      Persaingan tersebut melahirkan asal mula sistem stratifikasi di mana individu-individu dibedakan atas dasar kelangkaan sumber-sumber yang dimilikinya. Di sini kita melihat akar-akar dari konsep “emergent” tentang kekuasaan.
4.      Kekuasaan dapat bersifat sah (wewenang) atau bersifat memaksa, wewenang tumbuh berdasarkan nilai-nilai yang syah, yang menunjukkan berbagai kelompok dan organisasi yang bersifat “emergent” berfungsi tanpa mendasarkan dan di atas hubungan tatap muka.
Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul.
Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu kebutuhan yang bersifat egoistik untuk dipikirkan sebaik-baiknya oleh orang lain, tetapi untuk memperoleh penghargaan serupa ini individu harus dapat mengatasi dorongan egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan dan keinginan orang lain.
 
BAB II
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Secara umumnya, Homans mengemukakan keadaan-keadaan yang berkaitan dengan perilaku sosial dimana manusia banyak belajar membina nilai-nilai daripada masyarakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bukunya, Blau meletakkan kekuasaan, dominasi dan juga konflik sebagai suatu yang penting sebagai kajiannya. Hasil konsepnya (kajian) tentang realitas sosial lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan Homans. Dengan mengabstrakkan hubungan kelompok-kelompok kecil dunia mikro yang diambil dari konteks yang lebih luas, ini bermakna Homans telah mengabaikan makna konteks kekuasaan dan dominasi yang lebih luas seperti pemerintahan birokrasi dan juga sepertimana perlakuan orang yang berkuasa terhadap orang yang dikuasai. Hal ini berbeda dengan Blau yang selalu menghubungkan tingkat mikro dan makro mengambarkan bagaimana prinsip tersebut digunakan. Beliau juga mengatakan bahawa pengawalan sumber atau jasa yang disumbangkan tidak menpunyai alternatif yang lain kerana ia merupakan sumber kekuasaan. Jika pihak kedua menpunyai kekuasaan seperti berikut dan pihak kedua menerimanya, maka pihak pertama harus mematuhi kehendak pihak kedua. Parson atau Homans tidak memberikan perhatian yang sistematik terhadap elemen ini, melainkan fakta-fakta yang penting dimana ia memerlukan penjelasan yang kukuh.

B.     SARAN
Kami dari penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan kepada dosen dan teman-teman yang meluangkan waktu untuk membaca makalah kami ini agar memberikan masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo. Jakarta
Ritzer, George. 2011.  Teori Sosiologi (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern). Kreasi wacana. Yogyakarta
http://de-kill.blogspot.com/2009/05/sosiologi-perspektif-fakta-sosial.html
http://meiliemma.wordpress.com/2008/01/27/teori-pertukaran-sosial/
http://teddykw1.wordpress.com/2008/03/01/teori-pertukaran-sosial/
http://www.scribd.com/doc/20807303/teori-pertukaran-sosial

Tidak ada komentar: