Sabtu, 09 April 2016

KAJIAN PERBANDINGAN PADA TIGA KASUS DESA (DESA DATARAN TINGGI, DATARAN RENDAH DAN PESISIR) BERDASARKAN TIGA PARADIGMA (LIBERAL, MARXIS, DAN POST-STRUKTURAL Sosiologi Desa (Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas)

Oleh Sam'un Mukramin



Tabel Pemetaan:
Kajian ke-1

No

Indikator
Desa


Paradigma Liberal

Paradigma Marxis

Paradigma
Post-Stuktural

1

Desa dataran tinggi (perkebunan)
















Keterbukaan masyarakat pada tanah kepemilikan menjadi tanah pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat pedelaman mengingat dataran tinggi adalah daerah kering maka pemerintah mengupayakan pengelolaan tanah kepemilikan menjadi tanah perkebunan kakao, cengkeh, jati dan lain-lain sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat pedalaman dengan cara mengubah hutan belantara menjadi daerah perkebunan yang tentu saja menghasilkan bagi masyarakat pedalaman. Terbukti bahwa dipedalaman masyarakatnya lebih memilih untuk menekuni usaha perkebunan sebagai basis dari penghasilannya karena sifatnya menjanjikan sampai diekspor ke luar negeri.
Selain itu, terbukanya inovasi-inovasi sosial  bagi masyarakat pedalaman dalam mencari peluang penghidupan misalnya terbentuknya penglompokkan kerajinan yang dibentuk oleh organisasi pemberdayaan (LSM,MPM Mandiri) didesa pedalaman  dalam mengelola hasil hutan sebagai sumber mata pencaharian contohnya meramu rotan dan damar sebagai kerajianan daerah.

 Adanya komuditi hasil perkebunan misalnya, cengkeh, kopi, pala, kayu dan lain-lain yang menjadi penghasilan masyarakat desa pedalaman dan menjadikan komuditi dan tulang punggung ekonomi pedesaan disaat krisis ekonomi datang melanda Indonesia tetapi pada saat itu desa pedalaman tidak teralu mengalami dampak siknifikan. Selain itu, terdapat juga arus kapitalisme yang membuat masyarakat pedalaman terkena imbasnya dikarenakan eksploitasi kaum pemilik modal atas hutan dalam bentuk penebangan hutan untuk mencari keuntungan sepihak oleh kaum pemodal yang berkepentingan dan menjadikan hutan sebagai sarang eksploitasi atas alam akibatnya daerah pedalaman semakin tertinggal sehingga hutan menjadi miskin dan rakyatpun ikut miskin.
Dampak yang lain terjadinya konflik kepentingan pemodal dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atas hutan dan bencana alam pun melanda daerah pedalaman karena hutan telah habis dikeruk akibatnya kerusakan alam tinggal manunggu waktu.

Menjelaskan tentang keterkaitan antara perubahan daerah pedalaman yang dulunya hutan belantara berubah menjadi daerah perkebunan yang cukup siknifikan perkembangannya. Seiring waktu berjalan perkembangan itu mulai merosot dikarenakan proses eksploitasi besar-besaran atas hutan. Oleh karena itu dibentuklah suatu kelompok SF gunanya untuk mengawasi dan menjaga kawasan hutan serta mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya. Selain itu, terdapat juga beberapa aturan yang telah disepakati oleh pemerintah dan pengelola hutan, misalnya terdapatnya aturan pembagian sisa hasil usaha pengelolaan hutan dan kerjasama dalam forum komunikasi untuk mencegah kerusakan hutan
Kembali. Selain itu, dibentuk juga pengurus AD/ART iuran pokok dan iuran wajib yang terorganisasi  ke bentuk koperasi  menunjukkan kuatnya modal sosial yang terbangun untuk mengoperasionalkan kelola kelembagaan, kawasan hutan dan usaha. Yang artinya pengembangan kawasan hutan telah sampai pada aturan yang terstruktur dan tentu saja berdaya guna untuk masyarakat sekitarnya khususnya didaerah pedalaman.
Kajian ke-2
No
Indikator
desa
Paradigma
Liberal
Paradigma
Marxis
Paradigma
Post-Struktural


2.



































Desa dataran rendah (persawahan)

 Adanya peluang keterbukaan dalam insfrastruktur desa persawahan yang dulunya lebih memfokuskan pada areal persawahan sebagai kebutuhan pokok dalam mencari uang, secara evolusi sudah berkembang kesektor lain misalnya sektor jasa dan areal non-pertanian sehingga masyarakat didesa persawahan sudah tidak begitu tergantung lagi pada sektor pertanian sebagai tonggak untuk menjalani kehidupannya. Disisi lain terdapatnya perubahan masyarakat persawahan yang sudah mulai terbuka pada arus modernisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan nilai pada petani penggarap lahan menjadi petani pemilik modal sehingga mulai terbentuklah proses stratifikasi sosial pada masyarakat persawahan dan sudah mulai mempetak-petakan tingkatan dalam kelompok masyarakat berdasarkan kepemilikannya sehingga mulailah terjadi keterbukaan masyarakat akan status dan nilai terhadap perbedaan kelas dan kedudukan.


Adanya kelonjakan populasi yang tinggi dan sangat berpengaruh pada ranah sosial, ekonomi dan budaya sehingga menimbulkan peluang kerja yang terutama pada perempuan untuk mencari penambahan penghasilan dalam ranah memenuhi kebutuhan keluarga didesa akibatnya arus urbanisasi yang menuju kekota semakin meningkat dan menimbulkan lonjakan tenaga kerja dikota.
Disisi lain terdapatnya pembangunan didesa oleh kelompok pemilik modal yang punya kepentingan sehingga mengakibatkan lahan pertanian semakin sempit dan menimbulkan sebagian besar penduduk desa hizrah kekota untuk mencari pekerjaan lain dikarenakan didesa sudah tidak menjanjikan untuk bekerja karena lahan pertanian sudah berkurang
Hal yang lain, terjadinya kesenjangan ekonomi yang diikuti kesenjangan sosial yang disebabkan oleh ketimpangan penguasaan lahan dan ketimpangan akses sumber ekonomi luar desa dan akan berkembang  jika kesempatan hidup diluar pertanian semakin terbatas menampung mereka  yang tergeser dari pertanian.


Terjadinya perubahan pada arah perkembangan kekuasaan pemerintahan yang sifatnya tradisional menjadi material dikarenakan adanya aliran dana dari pusat ke desa dan menjadikan pemerintahan desa berubah fungsi yang tadinya hanya berkecimpung pada urusan kelembagaan desa seperti keberlangsungan hidup warganya, keamanan, ketertiban dan hal-hal non fisik sekarang sudah mulai bergeser kenilai material artinya, sudah tidak lagi berfungsi sebagai menerima kebijakan tetapi sudah memaikan fungsinya sebagai pemeran pembangunan desa yang diakibatkan oleh adanya dana pembangunan dari pusat untuk pembangunan desa sehingga dapat menciptakan pergeseran nilai fungsi dari kelembangaan desa tradisional berubah menjadi kepelikan kebijakan atas desa, misalnya apa yang harus dibangun didesa, insfrastruktur apa harus dibenahi dan kebijaka-kebikan apa yang harus diambil oleh kepala desa dan aparat desa dalam membangun  atau mensejarterahkan masyarakat desa dataran rendah.







Kajian  ke-3
No
Indikator
Desa
Paradigma
Liberal
Paradigma Marxisme
Paradigma
Post-Struktural

3

Desa pesisir (pantai)





















Terjadi perubahan gaya hidup tradisional ke moderen yang sifatnya lebih efesien sehingga pengrajin kapal finisi mulai bisa mandiri dan tidak lagi tergantung dari alam. Serta
adanya sikap keterbukaan masyarakat pesisir terhadap arus modernisasi yang masuk dan  membuat masyarakat pesisir mulai berpindah dari cara kerja kapal pinisi dengan menggunakan alat-alat tradisional berkembang menjadi moderen. Artinya,  perkembangan teknologi dan terciptanya kemamppuan kerja dari tradisional mulai bergeser ke penggunaan alat kerja moderen dan itu bisa merubah waktu kerja lebih efesien lagi.

Terjadi hubungan yang saling ketergantungan antara patron-klien dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak adil dan tidak seimbang sehingga terciptalah hubungan ketergantungan antara keduanya.Selain itu, terjadi proses utang piutang antara patron dan klien yang membuat klien tidak bisa lepas dan pergi jauh dari patron. Sifat ketergantungan inilah yang membuat ketidakadilan dan keterpurukan hidup klien semakin sulit dan bahkan miskin. Tetapi inilah potret hidup seorang nelayan yang mengandalkan laut sebagai mata pencahariannya mengingat laut bukanlah milik siapa-siapa. Walaupun ekosistem di laut sudah sangat memprihatinkan, cerita dulu bahwa laut kita kaya dan berlimpah itu sudah menjadi sejarah. Realitas sekarang nelayan kita pun miskin, laut sudah tidak bisa diandalkan, dan masyarakat yang terkena imbasnya. Sehingga konsumsi kita sudah Mie Instan dan ikan kaleng sebagai menu utama... seperti inilah potret kehidupan kita sekarang. Yang katanya,” Nenek Kita Seorang Pelaut” 

Terjadi proses perubahan pada sistem tatanan kota pada daerah pesisir, misalnya terbentuknya daerah pariwisata di Wakatobi, yang dulunya daerah ini sangat tertinggal dibandingkan daerah lainnya di Kab. Buton (Sul-Tra) tetapi setelah pemekaran tahun 2004 mulailah Wakotobi dilirik dan dijadikan daerah pariwisata  dengan keindahan pantai dan surga bawa lautnya yang memukau. Selain itu, perubahan yang terjadi pada daerah wakotobi mendatangkan keutungan tersendiri dan pembangunan infrastruktur mulai dibenahi. Dan fokusnya adalah representasi diri dan perjuangan identitas pada daerah pesisir untuk membuktikan eksistensinya dalam pembangunan. Yang fungsional untuk perubahan kehidupan masyarakat pesisir, contohnya Wakotobi sebagai ikon parawisata yang berkembang di Indonesia selain Bali. Itu harapan kami.








Tidak ada komentar: